Beranda | Artikel
Tafsir Ayat-Ayat Manhaj (5) : An Nisa ayat 59
Jumat, 2 Agustus 2019

Allah Ta’ala berfirman: َ

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).

Imam Mujahid dan lainnya berkata:

أي: إلى كتاب الله وسنة رسوله

“Yaitu (kembalikan) kepada kitabullah dan sunnah rasul-Nya”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

وهذا أمر من الله، عزوجل، بأن كل شيء تنازع الناس فيه من أصول الدين وفروعه أن يرد التنازع في ذلك إلى الكتاب والسنة

“Ini adalah perintah dari Allah Azza wa jalla bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia baik dalam pokok-pokok agama atau pun cabang-cabangnya, hendaknya dikembalikan kepada Al Qur’an dan As Sunnah” (Tafsir Ibnu Katsir).

Ayat ini menjelaskan tentang manhaj ahlussunnah dalam perselisihan. Yaitu agar menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai hakimnya. Sebagian kaum muslimin ketika berselisih mengembalikannya kepada madzhab masing-masing. Lalu beralasan dengan ikhtilaf untuk membolehkan suatu hukum hanya dengan dalih bahwa itu perkara yang masih diperselisihkan.
Manhaj seperti ini adalah batil. Karena perselisihan ulama bukan dijadikan sebagai dasar untuk membolehkan. Tetapi yang menjadi dasar adalah Al Qur’an dan As Sunnah.

Al Hafidz Ibnu Abdil Bar berkata, “Ikhtilaf itu bukan hujjah (dalil) menurut para fuqoha umat yang aku ketahui. Kecuali orang yang tidak memiliki ilmu dan pengetahuan” (Jami Bayanil ilmi, 2/299).

Al Khothobi rahimahullah berkata, “Ikhtilaf ulama bukan hujjah. Menjelaskan sunnah itulah hujjah atas orang-orang yang berselisih dari dahulu sampai sekarang” (A’laamul hadits, 3/2092).

Imam Asy Syathibi berkata, “Perkara ini telah melebihi batasan sehingga perselisihan ulama dianggap alasan untuk membolehkan”(Al Muwafaqot, 4/141).

Dalam masalah yang diperselisihkan di kalangan ulama, tidak boleh pendapat ulama dijadikan sebagai dasar atau dalil. Karena pendapat ulama tidak dapat membatalkan ulama lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

“Tidak boleh bagi seorang pun untuk berhujjah dengan pendapat ulama dalam masalah yang diperselisihkan. Hujjah itu adalah nash, ijma’ dan dalil istimbath yang ditetapkan mukadimahnya dengan dalil-dalil syariat bukan ditetapkan oleh pendapat ulama. Karena pendapat ulama dijadikan hujjah bila sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah bukan dijadikan alasan untuk menolak Al Qur’an dan Sunnah”(Majmu Fatawa, 26/202-203).

Beralasan dengan ikhtilaf untuk membolehkan suatu perbuatan dapat membuka pintu untuk para pengikut hawa nafsu untuk melariskan penyimpangan mereka. Ini dia seorang zindiq yang bernama Ibnu Rowandi. Ia membolehkan samaa’ (beribadah dengan cara bernyanyi disertai dengan alat musik). Abu Abdirrahman As Sulami menyebutkan dari Ibnu Rowandi bahwa ia berkata, “Para fuqoha berselisih pendapat tentang hukum samaa’. Sebagian membolehkan dan sebagian mengharamkan. Dan aku berpendapat wajib”(Majmu Fatawa, 11/570).

Lihatlah bagaimana orang zindiq ini mengesankan dahulu kepada manusia bahwa itu masih diperselisihkan agar manusia mau menerimanya. Sebagaimana halnya kaum liberal di zaman ini mereka mencari pendapat-pendapat ulama yang lemah untuk dijadikan alasan menguatkan pendapat mereka yang batil. Allahul Musta’an.


Artikel asli: https://cintasunnah.com/tafsir-ayat-ayat-manhaj-5-an-nisa-ayat-59/